Hello TemenAip ! Apa Kabar ? Mau nanya deh, pernah gak sih punya tentang sebuah moment yang menyenangkan. Tidak akan terlupakan seumur hidup. Dan kenangan itu terpercik lagi saat Kita melihat dan merasakan atmosfir yang sama.

Nah, ini kejadian pas Saya Ikut Telisik Budaya Ke Kampung Sindangbarang Bogor bersama ID Corners dan Fuji Film.

Sejujurnya Saya tak pernah membayangkan pengalaman mengikuti acara ini bakalan bikin baper. Sebelumnya hanya suka penasaran melihat postingan Eviindrawanto.com atau Raiyani.net yang pernah beberapa kali pergi kesana.

Kenangan Zaman Kuliah

Okay, Kita kilas balik dulu ke zaman Saya kuliah di jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran dulu. Kami, para mahasiswa yang telah terpilih, mengikuti program Across The Border, dimana Kami menjalankan praktek second track diplomacy ke beberapa negara Eropa selama sebulan. Disana Kami menampilkan aneka kesenian khas Jawa Barat seperti Pencak Silat, Angklung, Tari aipong, Tari Topeng, Calung, Rampak Kendang, dan banyak lagi.

Saya dan teman-teman main Calung dari Russia sampai Belanda

Moment ini menjadi salah satu kenangan penting dan indah dalam hidup saya. Saya bisa mewakili negara, memperkenalkan budaya ke berbagai negara. Mulai dari Rusia, Perancis, Jerman & Belanda. Penampilan Kami mampu memukau penonton. Walau tidak semua berjalan mulus ,tapi Kami sebagai orang Indonesia selalu menemukan cara untuk bertahan. The Show Must Go On .

Penonton tak perlu tahu kendala yang ada di belakang panggung. Mulai dari alat musik yang tertahan di Bandara, grup performer ditempatkan di Dua Kota yang berbeda, sampai Kami bingung, urutan penampilan kacau balau, karena penari semua ada di Kota lain. Berbekal Kebaya, kostum Silat, Jadilah Kami menambah show baru yaitu Kaulinan Barudak, yang merupakan permainan barudak leutik ( anak kecil ) di Jawa Barat. Alhamdulillah, sambutan penonton meriah sekali.

Pengalaman berlatih dan tampil membawakan Budaya Sunda, membuat Saya merasa menjadi Urang Sunda seutuhnya. Terus terang dari kecil hidupnya berpindah ke berbagai daerah dari Medan, Padang, Balikpapan, Jakarta dan beberapa Kota lain, membuat Saya kurang merasa jadi Urang Sunda. Hanya numpang lahir saja. Bisa basa Sunda saja sudah Alhamdulillah, karena memang dibiasakan oleh orangtua. Supaya tidak lupa katanya. Tapi Saya besar tanpa mengenal seni Sunda, tahunya tarian Serampang Dua Belas, Tari Saman, yang pernah dipelajari sewaktu sekolah di Sumatra

Terasing Lagi Dengan Kesenian Sunda

Seiring dengan berjalannya waktu, selesai kuliah lalu bekerja, hubungan Saya dengan kesenian Sunda renggang lagi. Jarang Saya menonton apalagi ikut berperan aktif. Pernah beberapa kali mengajak tamu wisatawan mancanegara ke Saung Angklung Mang Udjo, saat Saya sempat menjadi pramuwisata di Bandung.

Selebihnya Saya sibuk bekerja di dunia korporasi yang menampilkan seni modern sesuai trend. Saat menjadi Travel Blogger pun lebih sering meliput seni budaya daerah lain yang menarik di mata Saya. Kesenian Sunda, semakin terasing dalam hidup saya.

Berkunjung Ke Sindangbarang

Di Sabtu pagi yang cerah itu, 24 Agustus 2019, Saya , Nyi Penengah, Zain Kagawa yang datang langsung dari Jawa Tengah, hadir menyusul kawan-kawan ID Corners menumpangi Commuter Line ke Stasiun Bogor. Senang sekali bisa reunian dengan Mbak Donna, Ibu Evi, Salman para founder ID Corners dan juga blogger lain yang Saya sering kunjungi seperti Kak Monda, Kurnia Amelia, Khairul Leon, dan banyak. Perjalanan dilanjutkan menumpang Angkot ke Sindangbarang.

Sesampainya disana, Saya merasa terhibur disambut penampilan para ibu paruh baya berbaju pangsi dengan alunan Calung Gubrak yang penuh dengan semangat. Senyum termanis mereka hadirkan kepada kami para tetamu istimewa pagi itu.

Terkesiap Saya menatap sekeliling. Sebuah lapangan rumput hijau menghampar bak permadani, menjadi lanskap berdirinya deretan rumah adat Sunda yang terbuat dari Bambu beratapkan jerami. Ada juga Leuit, bangunan tempat menyimpan padi.

Saya di depan leuit

Segarnya udara di perkampungan, pemandangan semakin menyenangkan dengan asrinya pepohonan di sekitar. Langit biru cerah membuat hati gembira. Lupa dengan pekatnya Langit Jakarta yang berjelaga.

Walaupun ada asap hasil bakaran kayu ( suluh) baunya tidak mengganggu, malah menebar pesona rindu Kampung halaman. Baunya Khas sekali, biasanya saat memasak para Ibu di Kampung. Memasak dengan sepenuh hati untuk keluarganya.

Travel Photography Workshop

Peserta Workshop

Tentu saja acaranya menjadi istimewa karena kami dibekali Uni Raiyani bagaimana menggunakan Kamera yang baik. Ada banyak tips dan trick memotret yang keren. Mulai dari setting ISO, pengambilan angle yang berbeda, sampai trik mengakali backlight sinar matahari dengan flash. Dan banyak lagi yang bisa kita aplikasikan.

Travel Photography Workshop Bersama Raiyani Muharamah

Yang menarik adalah soal pengambilan angle. Biasanya kita dari eye level, tapi sebenarnya kalau dari low level gambar bisa menjadi semakin menarik. Mau gak mau, harus menurunkan badan untuk mengambil dari sudut yang lebih rendah. Tapi sekarang mudah dengan layar Kamera Fuji yang bisa diatur sedemikian rupa. Dan hasilnya memang menarik lho.

Travel Writing Workshop

Donna Imelda

Kami juga mendapatkan materi penulisan travel writing ahlinya, Donna Imelda. Banyak insight baru dan reminder Hal yang sudah Saya terapkan disini. Refresh banget jadinya. Menulis itu harus bermanfaat bagi pembaca, munculkan pengalaman, panca indera, dialog untuk menghidupkan tulisan. Selain itu juga mesti pintar mencari kekhasan tempat yang akan Kita tuju. Sebelumnya bisa Kita riset terlebih dahulu.

Jadi ketika pergi ke satu daerah wisata , Kita udah tahu apa yang dicari.

Kami para peserta banyak yang mengangguk setuju dengan paparan Mbak Donna.

Mencoba Fuji X-A5

Kami juga dipinjamkan Kamera MirrorlessFuji yang canggih dan cantik untuk raktek. Duh , baru megang saja sudah deg-degan. Soalnya Saya kebagian Fuji X-A5 warna mint yang sudah Saya incar sejak dulu. Selain canggih, dan mampu menangkap gambar dengan sempurna, mengeluarkan warna yang #Terfujilah, kamera ini compact banget, enak digenggam, dan bodynya kokoh. Pengoperasiannya pun mudah. Kalau mau simple disetting automatic saja. Karena sistemnya yang pintar bisa menghasilkan gambar yang Kita inginkan.

Kebagian Fuji -A5 warna mint green yang uwuwuw banget

Menggunakan Kamera Fuji Mirrorless X-A5 Dan juga XT-100 , kami ditantang untuk langsung praktek memotret pertunjukan Kampung Budaya Sunda Sindangbarang yang sebentar lagi akan dimulai.

praktek langsung

The Show !!

Akhirnya yang ditunggu datang juga. Pertunjukan dimulai dengan parade para performer hari itu.

Ramai sekali dari anak-anak sampai dewasa , berbaris rapi, dengan bangga mengenakan busana daerah, Kebaya, baju pangsi. Senyum lebar mereka tampilkan pada Kami.

Setelah beberapa putaran, satu persatu mulai menunjukan kemampuan mereka. Sambil Kami berusaha mengabadikan momen dengan Kamera Fuji.

Tari Merak

Tari Merak itu menarik sekali, karena selain warna kostumnya yang cerah, gerakannya juga variatif, memperlihatkan cara Merak Jantan memikat betinanya.⁣

Tari diciptakan oleh Raden Tjetjep Soemantri di tahun 1950an dan menjadi salah satu Tari tradisional kebanggaan masyarakat Jawa Barat. Ada banyak variasinya. Biasanya dibawakan oleh beberapa penari yang memakai kostum Merak aneka warna. ⁣

Aneka macam ekspresi diperlihatkan penarinya yang dengan anggun menari di hadapan penonton.⁣


Tarian Merak ini sering dipersembahkan para tamu dalam acara resepsi pernikahan. Juga untuk penyambutan para tamu agung pada setiap acara atau ritual.⁣

Sering juga digunakan dalam rangka menyambut rombongan tamu pengantin pria pada saat menuju pelaminan . Tarian merak ini juga sebagai sarana memperkenalkan budaya Indonesia ke tingkat Internasional.⁣ seperti yang kami lakukan dulu. Karena memang megah dan Mewah kelihatannya saat Tari Merak tampil. Selain Gerakan, kostumnya yang warna-warni mampu memukau penonton.


Berasa Tamu Agung disambut dengan Tari Merak di Kampung Budaya Sunda Sindang Barang Bogor

Rampak Kendang

Salut sekali pada ketiga anak gadis yang bermain Rampak Kendang. Dengan enerjik mereka memainkan alat musiknya. Walaupun berkain , Berkebaya dan berkonde, mereka seakan Tak takut ataupun demam panggung. Percaya diri sekali. Latihannya pasti sering. Hahaa

Permainan memukul Kendang dengan koreografi yang cukup rumit dan harmonis membuat banyak penonton berdecak kagum senyum manis selalu muncul di wajah wanita muda ini.

Kaulinan Barudak

Di Kampung Budaya Sunda Sindang Barang ini anak-anak bisa bermain sambil melekatkan diri pada jati Budaya mereka. Memperkenalkan kesenian mereka pada pengunjung.

Kadang salah, kadang tidak kompak tidak masalah. Ada yang malu-malu, ada yang PD, Tak apa. Namanya juga anak-anak.
Yang penting hati senang, semuanya terhibur.

tampil dalam kesenian Kaulinan Barudak, yang pada dasarnya memperlihatkan anak-anak bermain dan menari dengan hati gembira.

“Kumaha Atuh ? keun waelah, teu nanaon !” Mungkin itu yang ada dalam benak anak-anak ini.

Tapi itulah namanya juga anak-anak dalam persembahan yang berjudul Kaulinan Barudak alias mainan anak-anak

Kepolosan, kegembiraan, aneka ekspresi yang muncul dalam persembahan itu jujur datang dari hati terdalam.

Mungkin ada yang belum paham. Tapi performance mereka dalam permainan Kaulinan Barudak ini bisa jadi modal dan memori Utama mereka untuk selalu melestarikan Budaya Sunda. Jadi teringat pas Kami di Eropa mendadak harus perform Kaulinan Barudak karena kesalahan teknis. Improvisasi dilakukan supaya The Show Must Go On !

Parebut Seeng

Nah ini pertunjukan menarik nih, Dua orang pemuda bertarung memperebutkan Seeng atau tempat menanak nasi. Berbekal jurus-jurus Cimande, Silat khas Bogor ini penuh filosofi, pengabdian kepada yang maha Esa.

Jurus demi jurus dikeluarkan kedua belah pihak untuk mendapatkan Seeng itu. Seru juga menontonnya. Teringat masa Saya tampil membawakan jurus-jurus Usik Lugay di Perancis dulu.

Pertarungan berakhir saat lawan akhirnya berhasil mendapatkan Seengnya .

Calung Gubrak

Sebagai pemain Calung , Saya merasakan ada perbedaan versi dari yang Saya tahu. Biasanya pemain Calung biasa memakai alat musik Calung mirip Angklung, dan memakai Pul dan Gong. Tapi Calung Gubrak ini tidak memakai Pul & Gong. Tapi memakai satu Kendang sebagai dasar ketukan nadanya.

Calung disini juga dihias dengan padi kering, yang melambangkan betapa pentingnya pertanian disini.

Dulu di Kampung Sindangbarang, Angklung Gubrak dimainkan saat ritual menanam dan memanen padi.  Sekarang dimainkan untuk menyambut pernikahan adat dan berbagai ritual dalam seren taun.

Kepiawaian permainan mereka patut diacungi jempol ditambah seorang Ibu yang aling sepuh, latah banget. Membuat banyak orang tertawa dengan kelucuannya.

Calung selain menghibur juga harus membuat orang tertawa, karena unsur komedinya tinggi. Kekompakan memukul Calung, ditambah nyanyian , juga koreografi plus harus lucu membuat Calung sebagai salah satu seni yang rumit . Tapi kalau sukses, pasti bikin heboh.

Jadi ingat jaman baheula pas tampil main Calung di Eropa, Kami harus bekerja extra keras menghibur publik Eropa karena perbedaan bahasa. Akhirnya memasukkan unsur Slapstick, supaya humornya lebih universal.

Makan Siang Raos Pisan

Makan siang di Sindangbarang menunya Sunda pisan mulai dari Ayam Goreng serundeng yang gurih dan nikmat, Nasi pulen, lalap dan Sambal Terasi, juga Tempe & tahu. Tak lupa sambal Goreng Tempe & Sayur Asem yang segar.

Makan Siangnya memakai piring rotan beralaskan daun Pisang. Makan bersama di dalam Bale-bale yang adem sambil berbincang soal banyak hal.

Sungguh makan siang yang Raos pisan alias Nikmat ! Suasana yang adem, angin semilir, menambah nikmat suasana makan.

Kunjungan Memantik Kenangan

Saya berbahagia sekali bisa ikut menonton pertunjukan ini. Karena mendadak semua kenangan manggung di Eropa muncul kembali.

Ibarat kata, kunjungan yang memantik banyak kenangan mesra di salah satu momen yang membekas dalam hidup.

Jadi Kangen seperjuangan, kangen usaha mengharumkan nama bangsa memperkenalkan budaya Kita pada dunia. Sukses banget Memantik kenangan Zaman baheula.

Sekaligus optimis, Seni Budaya Sunda masih akan terjaga dengan adanya Kampung Budaya Sunda Sindangbarang ini. Masih banyak anak muda yang mau berlatih, tampil, melestarikan seni Budayanya sendiri.

Dan yang pasti Saya merasa terkoneksi kembali dengan akar seni Budaya Saya sendiri, sebagai Urang Sunda , yang telah lama tercerabut oleh putaran roda waktu. Ada rasa hangat dalam hati saat menonton pertunjukan, berbincang dengan orang disana, bahkan saat berada disana. Menyerap semua unsur Kampung, menyimpan sebagai kenangan baru yang takkan terlupa.

Terima kasih ID Corners dan Fuji Film sudah membuat acara ini. Senang sekali bisa merasakan perasaan menyenangkan ini lagi. Happy Banget bisa mencoba Fuji X-A5 yang keren banget dan bisa diandalkan. Ini menjadi sebuah penanda ketertarikan Saya pada Kamera ini. Hahahaa.

TemenAip, apabila mau mengunjungi Kampung Budaya Sindangbarang, silakan alamatnya ada dibawah. Sebuah tips, sebaiknya datang berkunjung beramai-ramai dalam grup. Buat janji dahulu. Tanyakan paket-paket yang ada. Disini juga bisa menginap lho. Untuk menikmati pengalaman hidup di Kampung Sunda selayaknya.

Buat Urang Sunda, silakan mengkoneksikan diri dengan akar budayanya. Buat yang bukan orang Sunda, silakan perluas wawasan Budaya negeri ini disini. Enjoy The show. Mangga , wilujeng..

Alamat Kampung Budaya Sunda Sindangbarang

Alamat Kampung Budaya Sunda Sindangbarang

Jl. Endang Sumawijaya, RT. 02 / RW. 08, Sindang Barang, Dukuh Menteng, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Pasireurih, Bogor, Jawa Barat 16631, Indonesia

Buka jam 09.00 – 17.00

Bonus Berkunjung Ke Rumah Sutera

Lho Kok Ada bonusnya? Bukan ID Corners kalau gak bisa kasih pengalaman spesial anggotanya. Sebagai pelengkap konten Kami di ajak ke Rumah Sutera , dimana disana dibudidayakan Ulat Sutera.

Dari mulai pakannya, Daun Murbay yang ternyata banyak jenisnya. Pembiakan Ulat Sutera dari telur sampai pembesarannya supaya menjadi kepompong yang akhirnya di olah menjadi Kain Sutera menggunakan Mesin ATBM.

Kagum juga melihat prosesnya panjang dan rumit. Pantas saja harga Kain Sutera Mahal ya.

Kisahnya akan lebih detail Saya cerita di postingan berikutnya ya TemenAip.

23 comments

  1. Dear Kang Aip,
    Saya denger travel photography workshop oleh Mbak Donna dan Uni Raiyani ini beberapa bulan yang lalu dan saya antusias ingin denger kesan-kesannya dari para peserta. Senang banget baca tulisan Kang Aip ini, bisa merasakan isi workshopnya meskipun rasanya bisa diperdetail lagi.

    Kampung Sindangbarang ini rasanya memang hanya bisa dikunjungi per rombongan ya. Padahal saya tipe pengunjung yang datang secara individual. Kira-kira butuh berapa orang ya minimal untuk berkunjung bersama supaya kampungnya mau membukakan atraksinya?

  2. First, aku nggak bisa nebak kang Aip dimana di foto yang lagi di Eropa itu.

    2nd: Proud of u too kang Aip, yang telah sukses memperkenalkan Budaya Sunda ke Daratan Eropa. ah anjeun urang sunda sautuhna kok kang meski dulu berpindah-pindah. *Eh, udah bener kagak Bahasa Sundanya abdi? wkwkwk

    Seru banget pengalamannya ke Kampung Budaya Sunda Sindang Barang ini kang. Bertemu ama member ID Corners lagi. Semoga saya bisa ketemu dengan uni Evi dkk deh someday.

  3. Wah, ini acaranya. IDcorner itu yaa.. serunyaaa.. Jadi berasa nostalgi ya, ingat masa-masa pas main calung di Eropa.
    Soal teknik fotografinya juga penting banget, semoga bisa ku terapin dengan baik biar foto-fotonya makin ciamik

  4. Ini acara bareng Id Corners kemarin, ya? Seneng banget ya dulu pernah ke Rusia sampai Belanda karena main calung. Seneng banget pasti ngunjungin Sindang Barang. Merasakan dan melihat kembali budaya kita. Soal fotografi saya kayaknya harus banyak belajar biar punya hasil foto maksimal, ya. Trims sharingnya, Kak

  5. ID Corners adain lagi dong acara iniiii. Barengan banget ma anak saya kecelakaan. Padahal pengen banget datang ke sini. Saya juga suka terharu kalau lihat acara budaya. Apalagi budaya Sunda. Ya mungkin karena punya darah Sunda, ya 😀

  6. Wah, senangnya ya Mas Aip bisa berkunjung ke SIndangbarang 🙂 Tarian Meraknya bikin aku ingat ketika aku acara resepsi pernikahan dg suami hehehe. Acara yg kreatif banget ya. Ada edukasinya juga itu kita jadi tau bikin kain sutera dll. Eh, kucing lewat ya pas teman2 lagi coba foto2 di rerumputan? wkwkwkwkw 😀 Kameranya aja keren, hasilnya wow dong ya 🙂

  7. Wah Kang Aip, jadi dejavu yaa…ke Sindang Barang, teringat dulu malah keliling dunia membawakan Kesenian Sunda. Keren…
    Aku jadi belajar nih dari artikel Kang Aip, low level malah bagus ya. Kita seringnya kan kalau motret, eye level.
    Btw…itu kucing siapa lewat?

  8. Eh, aku kok baru tau kita satu almamater! Jaman mas Aip kampus FISIP udah di Jatinangor belum? Keren ih dari jaman kuliah udah ke negara-negara Eropa memperkenalkan budaya nusantara.

    Wah tips fotografinya mbak Raiyani penting banget tuh, karena memotret dalam kondisi backlight memang tricky banget! Ternyata ada kunjungan ke tempat pembiakan ulat sutera juga ya. Penasaran gimana tekniknya.

  9. Tempatnya seru, budayanya seru, workshopnya seru, tari-tariannya seru, makanannya kok enak jugaaa. Jadi pengen jajal kameraa ama ikutan eventnyaa. Kangeen ama anak anak id corners 😀

  10. eh itu yang di Eropa, dirimu yang mana ya…
    keren euy gara2 kesenian sudah keliling bawa nama negara … jempol

    foto2mu ini mah keren banget … good luck ya…, kujagoin dapat Fuji

Tak komentar maka tak sayang. Silakan meninggalkan komentar. Mohon maaf, tidak menerima komentar dengan active link. Terima kasih sudah berkunjung

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.