Hello TemenAip ! Apa Kabar ? Perjalanan Saya bersama Team Econusa dan Irene PinkTravelogue ke Papua awal Desember 2020 ini amatlah berkesan. Selain perjalanannya ketat dalam protokol kesehatan saat pandemi, juga sangat terkesan melihat orang Papua Beradat Jaga Hutan disana. Selain itu lanskap alam, suasana, budaya yang indah, orang-orang Papua juga memiliki ketulusan hati dan ramah.
Sesaat setelah mendarat di bandara Sentani, dalam perjalanan ke Jayapura, mata langsung terpana dengan pemandangan Pegunungan Cyclop yang menjulang, hijau kebiruan dari kejauhan. Hutannya tampak rimbun dengan kabut dan awan putih menyelimutinya. Kawasan Pegunungan Cyclop masuk ke dalam kawasan cagar alam yang dilindungi.
Kalau dari kejauhan, kalau sedang tidak diselimuti kabut, Pegunungan Cyclops memang terlihat seperti perempuan yang sedang tertidur. tampak seperti wajah yang terlihat dari samping, ada hidung , mulut dan lain-lain.
Orang Papua menganggap Hutan sebagai Ibu. Karena hutan menyediakan kehidupan bagi mereka. Bagaimana tidak, hutan menyediakan makanan, tempat tinggal dan menjadi sumber kehidupan bagi mereka.
Itulah mengapa mereka selalu berusaha melindungi dan menjaga Ibu mereka. Dengan berbagai cara walau tantangan kemajuan zaman terus bergulir. Selain tata cara hidup, adat istiadat dengan kearifan lokal masing-masing daerah mereka berjuang, Beradat Jaga Hutan.
Menakjubkan melihat usaha mereka menjaga dan melestarikan hutan , seperti yang Saya saksikan sendiri ke beberapa hutan yang Kami kunjungi.
Uniknya, setiap hutan berbeda karakternya, karena Papua begitu beragam. Bayangkan, beda distrik saja bisa berbeda budaya dan bahasanya. Disanalah pentingnya berbahasa Indonesia, karena semuanya akhirnya berbicara bahasa Indonesia.
Mari kita mulai, Beradat Jaga Hutan
Hutan Perempuan Enggros
Dekat saja dari Jembatan Merah Youtefa yang Ikonik di Jayapura, ada sebuah teluk dengan perairan yang tenang. sebuah teluk di dalam teluk. Di dalamnya ada sebuah Kampung Adat bernama Enggros.
Kampung ini berdiri di atas air, dimana bangunanya saling menyambung, lengkap dengan semua prasarana pendukung seperti kantor, gereja , toko dan sebagainya.
Kalau dari cerita Pak Jeffry salah satu penduduknya, dahulu kampung ini memiliki hutan mangrove yang luas, namun secara perlahan berkurang seiring dengan perkembangan zaman.
Tapi ada satu kawasan hutan mangrove yang masih terjaga kondisinya, sama seperti zaman dahulu kala pertama secara adat melindunginya.
Adalah Hutan Perempuan Enggros yang sampai sekarang masih berlaku adat yang melindunginya.
Hutan ini unik karena hanya kaum perempuan yang memasukinya. Kawasan hutan mangrove sehat menjadi wilayah kekuasaan para perempuan suku Enggros.
Saya dan team Econusa yang lelaki hanya bisa menunggu di atas perahu, karena tidak diperkenankan masuk area Hutan Perempuan. Sementara Irene dan team Econusa yang perempuan diizinkan masuk dan dipandu oleh Mama Yos yang amat ramah dan ceria. Bersama Mama Linda, mereka berdua membawa perahu masing-masing berisi tamu. Dengan gesit mengendalikan perahu secara pasti mendayung memasuki kawasan Hutan Perempuan.
Memang tidak ada satu lelakipun boleh memasuki Hutan mangrove ini. Hukuman bagi yang melanggar adalah denda uang atau manik-manik yang berharga. Apalagi apabila di dalam hutan Perempuan sedang ada kepala suku atau perempuan yang memiliki kedudukan tinggi di dalam suku, dendanya akan semakin tinggi.
Para perempuan Enggros menjadikan Hutan Perempuan sebagai tempat mencari kehidupan. Disana mereka mengumpulkan kerang , ikan Goropa, udang , kepiting yang berlimpah, juga mengumpulkan kayu bakar untuk memasak di rumah. Mereka melepaskan busana mereka saat melakukan sekali kegiatan disana.
Ada 114 jenis kerang disana, dan selain untuk dikonsumsi, ada pula jenis kerang yang bisa direbus lalu dijadikan obat.
Mereka mengumpulkan semua keperluan secukupnya tanpa berlebihan. Karena mereka tidal serakah dan masih memikirkan masa depan.
Dalam hutan ini, para perempuan Enggros juga dijadikan sebagai area stress relieve dan menjadi tempat membahas hal-hal penting.
Adat juga mengatur para perempuan ini di dalam Hutan Perempuan, apabila mau masuk antara lain
- mereka tidak boleh bertengkar ( dengan suami ataupun keluarga)
- Tidak boleh turun ke air apabila sedang menstruasi
- Tidak boleh berbicara kasar dan jorok.
Takjub ya melihat para Perempuan Enggros berkesempatan memiliki dan mengelola Hutan Mangrove mereka sendiri, dan menjalankan tradisi yang sudah ada sejak jaman leluhur.
Senangnya lagi Mama Yos dan yang lain paham betul betapa pentingnya mangrove bagi kehidupan mereka sendiri.
Mangrove itu penting bagi lingkungan, banyak sekali manfaatnya untuk lingkungan. Selain menjadi tempat tinggal dan berkembang biak banyak spesies hewan, kehadirannya juga bisa menjadi pemecah ombak, pelindung dari tsunami dan yang pasti menjadi sistem ekologi sendiri yang bisa fatal saat tidak ada lagi.
Hutan Sagu Yoboi
Di wilayah Danau Sentani, ada sebuah Kampung yang memiliki Hutan Sagu sendiri, namanya Kampung Yoboi. Sama seperti Kampung Enggros, Kamoung Yoboi berdiri di atas air, hanya saja airnya tawar karena berada di danau.
Yang istimewa, Kampung ini memiliki area Hutan Sagu alami yang dikelola secara adat untuk kepentingan bersama. Berada di belakang kampung mereka.
Menuju Kampung Yoboi hanya butuh waktu 10 menit naik boat saja dari dermaga Danau Sentani. Danau ini sangatlah luas, 9360 hektar di ketinggian 75 meter di atas permukaan laut, dihuni oleh 30 jenis spesies ikan air tawar.
Kampung Yoboi sendiri sekarang sudah mempercantik diri menjadi Kampung Wisata. Dermaga, lantai kayu dicat aneka warna , sedemikian rupa, sehingga menjadi daya tarik wisatawan untuk berselfie sambil menikmati keindahan Danau Sentani.
Akan tetapi, Kampung Yoboi memiliki daya tarik lain yang mungkin tidak dimiliki daerah lain, yaitu Hutan Sagu yang dijaga ketat oleh adat.
Menurut Bung Benny salah satu penduduk Kampung Yoboi, Sagu di panen sesuai kebutuhan mereka. Supaya adil sagu sudah dibagi perkerek atau kepala suku dan kepala suku akan membagikan hasilnya kepada setiap keluarga, dan juga kepada orang yg di hargai disana.
Ada sagu khusus yg diberikan hanya diberikan kepada ONDOFOLO atau RAJA disana.
Sagu diperuntukan untuk kebutuhan makan sehari-hari dan juga untuk dijual. Panennya dilakukan dengan seijin kepala suku.
Sagu Yoboi dipanen setelah cukup umur , sekitar 10-12 tahun sesuai jenisnya. Sagu dipanen setelah tua dan matang, tandanya ada pada daunnya atau mayangnya yang muncul mahkota.
Setelah Sagu dipanen utk diambil patinya untuk di buat Papeda, Sagu bakar dan olahan makanan lainnya.
Saya sudah mencicipi Papeda, apabila dimasak dengan tepat, dan ditemani kuah yang sedap seperti kuah kuning atau kuah asam bahkan Saya sempat melihat penduduk disini ada yang pakai kuah mie instant. Hidangan Papeda bisa menjadi makanan sehat unggulan. Sagu punya banyak keunggulan, antara lain kandungan indeks glikemik yang rendah membuat Sagu aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Kadar seratnya juga tinggi, sehingga sehat untuk pencernaan. Dengan begitu Sagu bisa menjaga mikroflora usus.
Selain menjadi Papeda, Sagu juga bisa dibuat aneka masakan mulai dari Penganan Sagu yang dicampur pisang, Sagu bakar , dsb.
Seluruh bagian dari Pohon Sagu bisa dimanfaatkan untukk segala keperluan, seperti dahannya untuk dinding rumah, daun untuk atap rumah, daun untuk media menaruh makanan/kemasan, kulitnya dipakai untuk lantai rumah,jalan utk jembatan, jalan dihutan, kandang ternak,kayu bakar, kukuran kelapa.
Limbahnya atau Ela bisa dipakai utk media tanam/pengganti tanah, untuk media tumbuhnya jamur, makanan ternak dan sebagainya.
Buah Sagu dipakai untuk aksesoris adat, obat. Sayang Saya tidak sempat melihat buah Sagu, lain kali Saya pasti akan menyempatkan diri melihatnya.
Jenis sagu di hutan sagu ini beragam , Kira-kira ada sekitar 12-15 jenis yang biasa dikonsumsi Namun secara keseluruhan jumlahnya bisa menjadi 32 hingga 61 jenis setelah dilakukan penelitian oleh dinas setempat.
Betapa bergunanya Pohon Sagu, karena semua bagiannya bisa dimanfaatkan. Itulah salah satu faktor penting bagi Orang Papua yang bisa memanfaatkan Sagu secara optimal.
Bisa Kita lihat bagaimana pentingnya Sagu dalam kehidupan masyarakat Papua. Sudah semestinya mereka tetap menjalankan adat mereka untuk kesinambungan hidup berdampingan dengan alam.
Satu lagi hasil Pohon Sagu yang fenomenal dan juga menjadi daya tarik wisatawan yaitu :
Ulat Sagu
Ulat Sagu di Kampung Yoboi penting keberadaanya. Bukan hanya sebagai menu protein tambahan tapi juga menjadi daya tarik wisata. Karena sempat dibuatkan Festival Ulat Sagu disana.
Memasuki Hutan Sagu Yoboi merupakan sebuah tantangan, kira-kira 1 KM lebih Kami menyusuri Hutan Sagu yang cukup rapat, dimana sesekali ada Sagu yang telah ditebang. Udara juga cukup lembab dan sumuk atau pengap, dimana sinar matahari tidak sepenuhnya bisa masuk karena terhalangi daun sagu.
Ulat Sagu adalah salah satu menu makanan yang digemari masayarakat Papua. Sebenarnya Ulat ini adalah larva kumbang penggerek Rhynchophorus ferrugineus, yang menaruh telurnya di batang pohon sagu yang membusuk, sehingga menjadi tempat tumbuh yang subur bagi sang ulat. Telur akan menetas dalam waktu 3 hari dan masuk ke dalam fase larva. Periode ini berlangsung selama 2,5-6 bulan (tergantung temperature dan kelembaban). Batang sagu yang mengandung Zat tepung menjadi tempat tinggal sekalian makanan ideal ulat Sagu.
Sampai akhirnya Kami menemukan beberapa batang Sagu. Tercium bau kayu basah dan juga aroma yang mirip alkohol. mungkin karena pembusukan batang sagu yang mengandung banyak karbohidrat.
Lalu dipotonglah batang tersebut menggunakan kampak, dengan hati-hati dibuka, sampai akhirnya terlihat gumpalan-gumpalan putih yang bergerak-gerak. Ulat Sagu yang gemuk-gemuk berusaha bersembunyi di batang pohon sagu yang mereka tinggali.
Oleh penduduk disana Kami diajari makan Ulat Sagu. Cukup diambil dan dimakan saja. Kalau geli, bisa dibuang dulu bagian mulutnya yang keras.
Itulah yang Saya lakukan, Saya gigit kepalanya dan memasukkan badan Ulat Sagu gemuk ke dalam mulut Saya.
Kress..
Teksturnya cukup empuk dan berair, rasanya manis, gurih dan menurut Saya terasa lemaknya. Awalnya agak canggung mengunyahnya, tapi lama-lama terbiasa. Cukup sedap. Tidak cukup satu ekor. Lalu disarankan untuk menyate ulat-ulat sagu tersebut. Dibuatlah tusuk sate dadakan menggunakan batang sagu, Lalu dibuat api dadakan dari batang sagu di sekitarnya, lalu ditusuk satu persatu Ulat Sagu, dan dipanggang di atas api.
Menurut Saya lebih sedap saat disate di atas kayu bakar, rasanya lebih keluar, gurih, creamy dan ada sedikit rasa kacangnya. Pantas orang-orang disini suka. Selain disate Ulat Sagu juga bisa disayur digoreng, atau dimasak lainnya sesuai selera. Nutrisinya tinggi, karena mengandung lemak dan protein yang baik bagi pertumbuhan dan juga stamina.
Berkesan sekali Aiptrip ke Papua kali ini, menikmati perjalanan untuk mengenal orang , adat, hutan dan melihat bagaimana Orang Papua berusaha menjaga hutan dalam koridor adatnya. Kehadiran Hutan Sagu Yoboi dan Hutan Mangrove Perempuan adalah bukti bahwa dengan menjalankan adat, masyarakat Papua bisa menjaga hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka.
Seiring dengan berjalanannya waktu, ancaman terhadap Hutan di Papua cukup signifikan. Penebangan kayu di hutan untuk lahan perkebunan semakin banyak terjadi. Sementara hubungan antara hutan dan orang Papua yang sangat erat menjadi sangat terganggu karenanya.
Kehadiran Sagu sendiri sebagai makanan pokokpun lambat laun mulai terpengaruh oleh kehadiran karbohidrat lain seperti beras. Sementara Sagu memiliki keunggulan lain yang signifikan, bukan hanya karena sudah terbiasa, tapi juga karena Sagu memiliki keunggulan lain, seperti sudah menyatu dengan Alam sehingga tidak perlu membuka hutan lagi, tinggal melestarikannya saja, dan sudah ada aturan adatnya.
Semoga Hutan di Papua tetap lestari. Butuh usaha dan kerjasama banyak pihak, terutama orang Papua sendiri. Supaya bisa tetap beradat Jaga Hutan.
Waduh aku dah belasan tahun tinggal di Papua tapi nggak tahu klu ada Hutan Perempuan Enggros dan Hutan Sagu Yoboi, eh tapi Papua emang luas banget sih. Aku tinggalnya di Kepulaun Yapen, pernah 2x aja ke Jayapura dan itu pun cuma lihat pemandangan Danau Sentaninya aja. Gak sampai eksplor hutan2nya.
So, keren banget nih pengalamannya Mas Aip saat berkunjung ke Papua. Bahkan sampai bisa icip ulat sagu yang aku pun (ngakunya orang Papua karena lahir dan besar di Papua wkwk) gak berani.
Enggros deket banget ke Kota Jayapura dekat jembatan Merah. Kalau yg Yoboi memang harus naik kapal dulu
Perjalanannya berkesan sekali ya mas, jarang banget ada yang bahas tentang keindahan kota Papua. Yang paling menarik ke Hutan Perempuan Enggros buat aku, pasti banyak cerita di dalamnya yang dikulik sama teman Mas Arief.
Wahh betapa beruntungnya bisa menginjakkan kaki di Tanah Papua mas Salah satu destinasi impian aku ini. Bisa mencengkrama dengan penduduk lokal, dan merasakan hutannyaa . Aminn. Doa yg sama untuk seluruh Hutan di Indonesia…
Seru bacanya mas… Jadi penasaran sama Ulat Sagunya. Cuma kalau makann yg mentah aku ndak berani. Soalnya nggk kebayang kalau masih uget2 dalam mulut . Beda cerita kalau yg bakar. Kayanya gurih banget lihatnya… Nyamnyam
Aku agak geli liat ulat sagu, tapi penasaraaaan… hahaha. Kayaknya sih kalo diolah dengan cara disate dan dibakar, rasanya bakal lebih enak dan gurih ya mas.
Ranah papua memang banyak menyimpan cerita, khususnya harmoni antara manusia dengan alam. Moga saja provinisi ini kian maju dan kelak bisa setara dengan daerah lainnya di Indonesia.
duh lihat gambarnya jadi ingat pas traveling ke pedalaman kalimantan persis hampir kayak gini dalamnya di sungai-sungainya, jadi kangen traveling dan pengen cobain ikutan ke sana kak Aif, btw itu ulat sagunya kak Aif ditelan kah? aku ga tega makannya
Rezeki banget sih bisa kesana, ke pedalaman pula yg masih alami bgt. Pengen kesana jg mupengggg…
Tapi gak mupeng sm ulatnya, wkwkwk, sejak awal liat udah huwek2 mual sendiri gimana mau coba ya hahaha
Kalo ke Papua yg pengeeen banget aku rasain itu papeda dan ulat sagu. Tp kayaknya LBH mau yg dibakar aja , ga berani yg mentah .
Btw kalo ulat sagu, ada dijual di tempat lain ga mas? Ga harus masuk ke hutan maksudnya.
Saluuut banget dengan penduduk di sana. Terutama yg masih menjaga hutan sebagai ibu mereka ❤️❤️. Aku malah JD penasaran pengen lihat foto hutan perempuan jika ga tertutup kabut. Mau tau aja bentuknya yg mirip sedang tidur tadi.
Semoga yaa hutan di sana bisa tetap terjaga kelestariannya. Pemerintah jangan serakah hanya mengambil hasilnya tp tidak perduli dengan masyarakat yg tinggal dan menggantungkan hidup dengan hasil hutan
Kurang tau sih dijual di tempat lain gak ya? Soalnya mesti dikonsumsi fresh setelah dipanen yaitu pas pangkur sagu
Kang Aip, keren banget sampe explore Papua . Dapat banyak pengalaman berharga dan menambah wawasan juga. Salut sama warga Papua yang sebegitu mencintai dan menjaga hutan. Bahkan ada hutan khusus perempuan, ini keren banget dan semua berusaha mentaati peraturan yang dibuat. Kemudian tidak serakah dan sangat memperdulikan masa depan.
Wow, sampe cobain ulat sagu juga. Kebayang rasanya unik. Semoga saja hutan dan segala keindahan yang ada di Papua tetap terjaga. Serta semoga mbak Lala bisa jelajah Papua juga seperti kang Aip.
Hormat sekali dengan adat yang ada dimanapun tak terkecuali di Papua.
Hutan memang Ibu dan aturan para perempuan masuk itu memperlihatkan hutan itu seperti suci.
Aku tertarik membaca ttg hutan perempuan Enggros dan hanya wanita yang boleh masuk ke sana. Selain di sana mereka mencari kehidupan, hutan tersebut menjadi tempat mereka melepas stress. Salut ya mereka masih menjaga adat istiadat itu demi kelangsungan hidup mereka juga di masa depan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Woww penasaran ama sate ulat sagu, konon berprotein tinggi ya Bang? Makanan ekstrim kayak gini bikin ngerti tapi sekaligus bikin penasaran.
Iyaa beberapa kali nonton video content creator yg bermukim di Papua. Masyarakatnya memilih beras sebagai makanan pokok, bukan sagu lagi….
Pegunungan cyclops, bagus namanya, jadi ingat X Men.
Aku asih ngeri2 sedap geli2 gimana gitu waktu bayangin makan ulat sagunya itu..begitu di kunyah kress pasti langsung keluar ya semua cairan tubuhnya..rasanya kayak apa mas?? beneran enak seperti kacang?? kok aku masih sangsi yaa hehe…
Keren ini banyak daerah yang masih memegang teguh hukum adat demi kelestarian ekosistem disana..
Klo di Hutan Perempuan ini para wanita serasa mempunyai lokasi metime tersendiri yaa dimana mereka bebas melakukan aktifitas apa saja:)
Kang Aip udah sampe Papua aja nih! Kalau dilihat dari fotonya, air laut disana masih jernih yah dan hutannya juga masih alami. Apalagi sudah ada kampung wisatanya.
Cuma seandainya aku ke sana, kayanya aku mikir dua kali deh buat santap Ulat Sagu 😀
Penasaean pengen ke papua, kayanya msh asri dan benar-benar menjunjung adat ya 😉 pesona Indonesia bgt
Aip.. Yaampun foto-foto dan tulisan tentang hutan Papua ini bagus banget. Semoga aku seberuntung kamu bisa traveling dan kenal Papua lebih dekat suatu saat
Pemandangan Papua ini memang keren banget ya kang Aip. Aku suka liat story sama feed kang Aip kece banget. Itu aku liat ulat sagu jadi ngebayangin cara kang aip makan hehe. Habis teu tah?
luar biasa perjalanan ke papua ini ya, di riau juga sudah mulai dibiasakan makan sagu.
jadi sumber makanan ga hanya beras aja yaaa
Luar biasa, kereeen banget pengalaman ini.
“Hutan ini unik karena hanya kaum perempuan yang memasukinya”
sebuah cara menjaga hutan yang menarik.
Keren maas bisa ke Papua dan nulis ttg Papua seru bgttt, baru tau ttg destinasi wisata Enggros dan Yoboi di Papua. Culture nya kental bgt. Selama ini yg terkenal dan banyak disebut di Papua Raja Ampat, padahal Papua lebih dari itu aja yaa
Hutan memang sumber kehidupan makhluk hidup, sangat menginspirasi kita agar menjaga kelangsungannya, apalagi pas keliling hutan tersebut jadi makin membuka wawasan bagi pembaca juga nih Kang Aip
Mas Aip beruntung banget bisa ke papua dan ngajak ngobrol dengan Mama Yos.. seneng banget baca dan lihat videonyaa. btw itu kenapa beraniin makan ulat sagu mas? haduh aku udah baca ini lama dan pernah ada ulat di rumah mirip kek gt bentuknya jadi merinding sendiri lihatnyaa..
makasih banyak ya mas aip sudah meliput dan bahkan bikin video juga. semoga hutan enggros perempuan tetap lestari dan terjaga sampai akhir nanti.. sampaikan salam untuk mama yos juga yaa, semoga sehat selalu, terimakasih sudah menjaga adat dan menjaga hutan dengan baik.
ahhhhh beruntung banget kak bisa kesana! salut sama adat budaya tradisi yang masih terjaga disana, semoga terus terjada adat budaya yang emang bagus buat masyarakat dan menjaga lingkungannya. Harus banget nih disebarluaskan informainya 🙂
wah kak arief, beruntung banget bisa ke Papua sana dan ngulik langsung tradisi mereka yaaa. Harus banget nih informasi seputar adat-budaya-tradisi dan keindahan Papua disebarluaskan, semoga semakin berdaya, maju dan sejahtera di Papua 🙂
Mantap bener cerita Papuanya saya baru tau ada hutan adat yang hanya boleh dikunjungi perempuan. Mungkin sifat perempuan yang lebih mengayomi ya hehehe.. semoga kelestarian hutan Papua tetap terjaga.
Mantapppp.. keren banget kak. Ngebayangin masuk ke hutan sagunya. Kaya berada di alam lain. Hehehe
Aku meringis sndiri liat ulat sagu dimakan, pdhal dah disate ya, gmna yg makan lgsg ga mampir ke raja ampat kah kak?
Huaah tertarik banget sama Hutan Perempuan. Unik sekali, semacam keistimewaan buat perempuan juga.
Btw ulat sagunya gendats sekali yaa. Haha.
Luar biasa sekali keindahan Papua ini, jadi pingin kesana
Kakakku di papua dah lama dari 2008 pas dines sampai sekrg ga mau pisah dari papua. senang katanya, hawanya sejuknya, adatnya, pemandangannya indah semua. dari dulu pengen ikutan maen ke kakak ke papua, sayang belum kesampaian
Luar biasa sekali keindahan papua ini, tempatnya keren-keren banget apalagi melihat alam surganya yang sangat menggoda sekali di mata kita
ini sih uji nyali kuliner ya mas, hihi gak kebayang deh nyobain ulat sagu, tapi memang luar biasa alamnya Papua, saya pribadi berharap pemerintah mau lebih care terhadap perkembangan di Papua sih
Ya Tuhan indah banget
Mungkin ngga ya saya kesana? Tanah impian nih Papua
Kalo bisa kesana saya pingin banget ke Hutan Perempuan Enggros
Trus nyobain ulat sagu tapi mau saya pepes Dulu
Suka envy kalo udah baca Blog nya Mas Aip hahaha. Cerita perjalanannya selalu berhasil menggugah persaan ku. Hopefully one day bisa ke Papua dan juga seluruh penjuru di Indonesia. Aamiin ;). Anw penasaran juga sih makan “ulat sagu” nya haha, udah bisa ngebayangin muka ku saat ulat sagu yg gempal itu tergigit di mulut hehe. Thanks for sharing Mas Aip 😉
Ya Tuhan, indah banget.saya jadi kepengen traveling kesana. saya baru liat lho hutan papua dengan view seindah ini, atau saya kurang cari tahu ya padahal yang lain juga banyak yang indah. udaranya bersih, tata ruangnya indah, viewnya bagus. duh kepengen kesana beneran (^_^)
Menikmati ulasan tentang Papua mulai dari orang, adat , hutan hingga makanan. Kearifan lokal dalam melestarikan hutang sungguh hebat, belum terjamah orang-orang asing. Semoga terus dilestarikan.
Saya sangat menikmati ulasan dari perjalanan ke Papua tentang adat, hutan dan melihat bagaimana Orang Papua berusaha menjaga hutan dalam koridor adatnya. Bagus dan komprehensif ulasannya mengenal Papua lebih dalam.
Aku tertarik banget mengunjungi hutan yang khusus perempuan itu, lucuk yaa ada aturannya begituu dan denda buat kaum adam kalo melanggar. Jadi kepoo, ada apaa aja disanaa dan bagaimana mereka mencari mata pencaharian di sana .
Semoga next bisa kesanaaa
hepi banget ya Kang Aip udah sampai papua. Saatnya nulis buki traveling kamu Kang.
lihat suasana laut di pedalaman, orang lokal, makanan lokal, dan kearifan lokal lainnya bikin kangen banget buat traveling ke pedalaman begini, bercengkrama setiap pagi dengan mereka masyarakat lokal, damai banget rasanya. Kangen dengan segarnya hutan-hutan yang masih asri. Papua dengans egala pesonanya semoga segera bisa berkunjung ke sana. Hutannya tetap terjaga yang juga bakal menjadi kearifan lokal di sana. saya baru tahu ada sagu ondofolo yang hanya dikonsumsi oleh raja. kearifan lokal yang baru saya ketahui di Papua.
Semoga hutan adat dan tanah adat lainnya bisa kita jaga dan lestarikan… sedih banget belakangan ini semakin marak hutan lindung, tanah adat, bahkan pulau komodo dikomersilkan. Bangsa ini sudah terlalu serakah.
MasyaAllah kang Aip, euy … makan ulat sagu ya ampun pasti membutuhkan nyali yang besar buatku sendiri hahaha
kayak ibuku juga di Bali suka makan ulat itu juga. Aku nggak berani wkwkw. Kang Aip keren banget pas pandemi berani jalan-jalan jauh sampai Papua.
Aku mau bilang…kak Aip, itu ulat sagu……..asa merinding pas makan.
Gemuk-gemuk banget. Mungkin rasanya kaya makan lemak gitu yaa…teksturnya kenyals. Aseli itu gak dibumbuin apa-apa langsung dibakar?
Alam Papua ini indah sekali..
Bapakku pernah ditempatkan di Papua. Dan bilang, seafoodnya luar biasa mantap!
Pantas saja Hutan Perempuan terlarang bagi laki-laki, karena mereka bebas membuka pakaiannya. Saya jadi iri sama perempuan Enggros, mereka memiliki tempat khusus yang bisa dijadikan tempat untuk bersenang-senang tanpa takut “diganggu” oleh laki-laki. Kan kita bisa bebas ngerumpi tanpa gangguan hahaha.
Papua cantik banget ya hutannya, semoga hutan perempuan yang unik ini selalu terjaga kelestariannya dan membawa kemakmuran untuk masyarakatnya. Kangen papedaa…
amin, semoga doanya terkabulkan
Memang ini yang namanya kearifan lokal.. harus benar – benar kita jaga dan lestarikan. Supaya bumi tidak makin rusak
setuju Mbak. Mereka paham benar bagaimana menjaga alam mereka. Masalahnya hutan semakin terancam
Ya ampun kaak.. Ulat sagu itu gendut banget. Hiks jd merinding bayangin ngunyahnya. Papua keren. Masyarakat adat masih konsisten jaga hutannya yaa. Baru tau nih ada Hutan Perempuan, lelaki dilarang masuk. Dah ky kereta gerbong khusus wanita hehe ..
Papua salah satu destinasi impianku makanya pas kemarin liat foto-foto kang Aip sama kak Irene bikin makin pengrn kesana huhu. Semoga saya dan krluarga bisa kesana juga mrnikmati alam dan budayanya yang masih alami ya.
Penasaran sama ulat sagunya, Kak. Kalo aku nggak ´kolu´ kali ya kalo orang Jawa bilang, buat makannya. Tapi penasaran. Mungkin kalau aku kesana pengen nyobain sekali. Ini enaknya diapain aja Kak ulatnya?
Saya bayangin dimasak fuyunghai atau sekadar campuran dadar kayanya enak ya
Atau dijadiin cream soup
Halah jadi nggrambyang kemana mana
kayaknya enak juga sih, nanti saya buat video makan ulat sagu yaa
Keindahan Papua memang gak habis2 dieksplorasi. Salut sama peremouan2 suku Enggros ya, mereka berperan menjaga alam.
Papua ini sebenernya luar biasa indah dan beragam budaya ya. Semoga ada saatnya nanti mereka makin maju (in a good way) tanahnya makin subur, maju, tapi penduduk masih mengusung budaya lokal untuk selalu dijaga kelestariannya. Amennnn. Satu saat pengen main jugaaa kesana.