Hiking Dan Camping Di Gunung Papandayan Bagian 3

Hello TemenAip, kali ini bakal cerita yang agak lain dari perjalanan kali ini. Kalau mau baca bagian satu disini

Hiking Dan Camping Di Gunung Papandayan Garut Bagian 1

Kalau mau baca bagian dua disini ya

Hiking Dan Camping Di Gunung Papandayan Bagian Dua

Bermalam Di Ghoeber Hoet

Ini pengalaman pertama menginap alias camping di Gunung Papandayan Seneng banget karena lokasinya memang sangat bagus untuk melihat Sunrise, kalau sundet tidak begitu kelihatan ya, karena di sini memang spot untuk melihat matahari terbit.

Yang menyenangkan lagi acara makan malam sangat meriah, karena kita makan di warung kita pesan nasi goreng harganya Rp15.000-an dan rasanya cukup enak. Nambah  pesan mie instan rebus yang pas banget dimakan hangat-hangat di udara yang dingin. Saya juga pesan Cuanki. Demi kehangatan. Hahhaa

Harga di warung yang berjejer di sekitar Ghoeber Hoet ini memang amat wajar, tidak semena-mena walau lokasinya di atas gunung.

Saya baru sadar kalau malam tidak banyak mengambil gambar karena mau mengirit baterai. Karena besok mau berburu sunrise. Plus powerbank yang saya bawa ternyata rusak jadi pinjem punya Ko Leo.

DINGIN

Tour Guide kita Kang Ramdan cerita kalau suhu di sini tuh bisa cukup dingin. Bisa sampai 6 derajat Celcius. Saya sangka suhu itu akan tercapai pada dini hari. Tapi Saya salah pemirsa! Jam 7 malam aja udah dingin banget. Mau sholat Magrib aja pakai menggigil, karena airnya dingin banget. Kita sholat di musala. Dijamak sama Isya. Beneran menggigil sholatnya di Musala yang terbuat dari bambu berdindingkan bilik.

Kelebihan menginap disini komplit fasilitasnya. mulai dari toilet, musala , warung, sampai sekuriti ada.

Dikuntit

Satu hal yang mengejutkan adalah ternyata Kami itu dikuti oleh sebuah makhluk yang ternyata mengikuti  dari warung di pos 6.

Saya lupa cerita kalau di Pos 6 , ketemu mahluk yang ngeliatin Kami terus pas jajan cilok.

Ga nyangka ternyata dia ngikutin sampai pos 7. Jauh banget lho ituu

Pas kita sampai di area warung Ghoeber Hoet, makhluk ini tiba-tiba muncul dan mendatangi.

Menampakan diri dan bermanja-manja kepada kita. Ya sudahlah, kita sayang-sayang saja dan kasih makan jatah dari warung lumayan berbagi rezeki sama makhluk hidup.

Takut Diganggu Mahluk Lain

Kalau penguntit yang pertama kita nggak terlalu takut malah sayang ya, karena dia mau bela-belain nyusul dari pos 6 ke sini buat nemenin  Kita. Tapi makhluk yang lain yang agak kita takutin adalah makhluk yang beneran mengancam dan berbahaya bagi para pendaki yang camping di area Gunung Papandayan ini.

Makhluk itu tak lain tak bukan adalah babi hutan. Disini masih banyak babi hutan yang berbahaya apabila kita temui. Dan yang lucu Bart manggilnya Bagas, tidak mau menyebutnya langsung Babi Hutan. Entah kenapa.

Masalahnya adalah kita suka menyimpan makanan di dalam tenda dan itu sangat mudah tercium oleh babi hutan di sana.

Makanya makanan kita harus diikat lalu disimpan di atas pohon supaya tidak terjangkau oleh babi hutan. Nah proses ini sangatlah merepotkan.

Untung ada Bart yang berpengalaman menyimpan makanan di atas pohon karena makanan sedikit pun bisa tercium oleh para Babi Hutan.  Bisa nonton ribetnya di Vlog Disgiovery ya

Setelah makan malam, Kami berkumpul di sekitar Api Unggun.

Mendengar cerita dari Tour Guide soal Gunung ini,  yang memang punya Sisi misterius juga.

Salah satunya adalah  kadang-kadang ada orang suka nyasar karena mendengar panggilan-panggilan dari orang-orang yang tidak terlihat.

Panggilan itu membuat orang mengikuti arah suara, sementara yang memanggil itu tidak terlihat wujudnya. Sehingga dia menjadi kesasar. Itulah kenapa kita harus selalu menjaga diri dan juga ingat kita ada di mana harus selalu berdoa dan waspada jangan ngomong sembarangan dan yang pasti jangan berbuat yang tidak sesuai hukum dan agama.

Selain babi hutan di area sini juga ditemukan macan kumbang, yang pastinya berbahaya untuk manusia. Eh kita dong yang bahaya bagi mereka.

Tapi itu di area yang memang masuk ke cagar alam yang tidak boleh didatangi oleh wisatawan.

Namanya area Tegal Alun dan sekitarnya. Cuman ya berdoa macam kumbangnya tidak main-main ke sini, karena takut kalau dia sampai mampir kan. Tapi di sini kan memang habitat mereka. Walaupun dia akan jarang masuk ke area yang banyak pendaki karena itu bukan kebiasaan mereka.

Setelah puas ngobrol dan dengerin cerita akhirnya kami masuk ke tenda masing-masing untuk tidur. Sepatu saya masukan ke kantong plastik lalu diikat dan digantung. Takut dimasukin ular.

Saya satu tenda dengan Kak Gio, dia cepet banget tidurnya. Sementara saya agak lama bisa tidur, karena seperti biasa di tempat baru butuh adaptasi. Di luar terdengar suara musik dari tenda tim Pelopor, jadi suasana tidak begitu hening. Tapi tidak apa-apalah, bikin suasana jadi hangat. Dan tanpa sadar pun saya tertidur…..

Tantangan Pipis Malam-Malam

Salah satu kekurangan menginap di Ghoeber Hoet adalah jarak dari kemah ke toilet itu lumayan jauh, sekitar 50 meter jadi tidak terlalu dekat seperti di Pondok Saladah.

Jadi sudah bikin strategi, Kalau saya tidak akan ke toilet setelah menginap di kemah. Tapi apa daya karena memang cuaca dingin lalu &  saya juga kebanyakan minum, sekitar pukul 03.00 Saya terbangun karena harus ke toilet dan saya nggak mau pipis di pepohonan harus di toilet.

Perjalanan ke toilet agak deg-degannya, karena keadaan di kemah sih terang, banyak yang pasang lampu, kemudian di area toilet juga terang, karena ada warung dan lain-lain. Tapi di pertengahan jalan itu, kita melewati pepohonan yang sangat rindang dan gelap, karena tidak ada penerangan. Itulah kenapa harus bawa senter yang terang.

Ditambah Hawa dingin yang menusuk sampai tulang, walaupun sebenarnya agak unik karena tidak sedingin pas salat di mushola tadi. Yang saya takutkan adalah jatuh karena jalanan agak licin dan suasana yang cukup seram karena kegelapan.

Pas ke toilet tenang karena ada Bapak security. Sempat ngobrol sebentar, lalu saya buru-buru kembali ke kemah. Cuman karena jalannya agak menanjak jadi boro-boro mau lari yang ada terseok. Jalannya pelan karena tanjakan, pandangan tetap lurus ke depan, ke arah cahaya di mana kemah berada. nggak berani lirik kiri atau kanan ke arah pepohonan yang rindang.

Sampai kemah, saya langsung masuk. Berusaha tidur. Tapi agak susah juga.

Lalu Saya sadar, suara musik dari tenda pelopor berubah jadi suara alunan Ayat Suci Al-Quran.

Hmmm.. Ada apa gerangan? Wis turu ae lah